SEJARAH
PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN
I.
Sebelum
Kemerdekaan
Ø
Zaman Voc
Pada
waktu orang-orang Belanda datang ke Indonesia kurang lebih abad ke 16, mereka
datang dengan tujuan untuk berdagang. Kemudian mereka membentuk perserikatan
Maskapai Belanda yang dikenal dengan nama Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC), yang didirikan pada tahun 1619. BOC memperoleh hak monopoli
perdagangan rempah-rempah yang dilakukan secara paksa di Indonesia, dimana
jumlah transaksi dagangnya, baik frekuensi maupun nilainya terus bertambah dari
waktu ke waktu. Pada tahun itu bisa dipastikan Maskapai Belanda telah melakukan
pencatatan atas mutasu transaksi keuangannya.
Ø
Zaman Penjajahan Belanda
Setelah
VOC bubar kekuasannya di ambil alih oleh kerajaan Belanda. Zaman penjajahan
Belanda dimulai tahun 1800-1942. Pada waktu itu catatan pembukuannya menekankan
pada mekanisme debit dan kredit, yang antara lain dijumpai pada pembukuan
Amphioen Socyteit di Btavia. Amphioen Socyteit bergerak dalam usaha peredaran
candu atau morfin (amphioen) yang merupakan usaha monopoli di Belanda.
Ø
Zaman Penjajahan Jepang
Dalam
masa pendudukan Jepang, Indonesia sangat kekurangan tenaga di bidang akuntansi.
Jabatan-jabatan pimpinan di Jawatan Keuangan yang 90% dipegang oleh bangsa
belanda, menjadi kosong. Dalam masa ini, atas prakarsa Mr. Slamet, didirikan
kusus-kursus untuk mengisi kekosongan jabatan tadi dengan tenaga-tenaga
Indonesia. Pada tahun 1874, hanya ada seorang akuntan berbangsa Indonesia,
yaitu Prof. Dr. Abutari. Di Indonesia, pendidikan akuntansi mulai dirintis
dengan dibukanya jurusan akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
tahun 1952. Pembukaan ini kemudian diikuti Institut Ilmu Keuangan (sekarang
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) tahun 1960 dan Fakultas-fakultas Ekonomi di
Universitas Padjadjaran (1961), Universitas Sumatera Utara (1964), universitas Airlangga
(1962), dan universitas Gadjah Mada (1964).
Ø
Zaman Kemerdekaan
Sistem
akuntansi yang berlaku awalnya di Indonesia adalah sistem akuntansi Belanda
yang lebih dikenal dengan sistem tata buku. Sistem ini sebenarnya merupakan
subsistem dari ilmu akuntansi dalam bidang metode pencatatan, jadi bukan
seperti disiplin ilmu akuntansi yang dikenal di Amerika. Setelah kemerdekaan
kebencian kepada Belanda juga mempengaruhi eksistensi perusahaan Belanda
sehingga pada tahun 1950-an, perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan modal
asing pun mulai masuk. Pada yang sama, perusahaan yang ada masih tetap
mengikuti sistem akuntansi Belanda yang sudah mapan. Sejak saat ini muncullah
dualisme sistem akuntansi di Indonesia.
Salah
seorang dosen akuntansi senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah menulis
disertasi tentang dua sistem ini dengan judul yang sudah diterjemahkan : Studi
Perbandingan antara Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap
Profesi di Indonesia. Pada kesimpulan disertasinya beliau menyarankan agar
Indonesia lebih baikmemilih sistem akuntansi Amerika dibandingkan dengan sistem
akuntansi Belanda.
II.
Masa Orde Lama
Praktik
akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar
tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia
dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan
Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda
mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana
yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang
merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan
penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini.
Kegiatan
ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun
1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha
Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan
ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang
terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia
pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya
diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu
kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal
auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang
sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan
pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen
yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman
Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang
pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu
kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja
sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi
adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan
Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan
bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan
mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan
yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model
Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan
pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada
tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas
Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak
mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan
Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda
mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor
Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI
yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status
profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian
serta kompetensi akuntan.
Atas
dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling
ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik
akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama
yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi
pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan
jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan
(Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961,
Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas
Gadjah Mada 1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda
dengan model Amerika pada tahun 1960.
Selama
tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan
permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi
akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik
yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi
akuntansi.
III.
Masa Orde Baru
Profesi
akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam
Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan
konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama
disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan
bersertifikat menjadi anggota IAI.
Pada
tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada
pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian
terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk
menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan
dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh
dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional.
Pada
tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk
mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan
Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk
mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan
penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan
Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai
oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan
pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan
selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori
Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar
akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian
Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan
publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai
akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini
mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri
Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur
perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini
kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat
puluh lima tahun setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi
yang diakui keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik,
akuntan manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi
akuntansi menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada
tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di
Indonesia. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut,
banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit
opinions) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB)
menyetujui Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk
mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan
perusahaan (governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang
disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1)
Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit
2)
Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan
informasi publik lainnya.
IV.
Masa Reformasi
Jatuhnya
nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah
untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun
demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai
sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari
pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan
ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa
akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya
profesi adalah:
1)
Tumbuhnya pasar modal
2)
Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3)
Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan
publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4)
Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada
awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah
(Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang
dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha
tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat
perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1)
Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2)
Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3)
Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4)
Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena
pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
1)
Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup pekerjaan
akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi pemeriksaan akuntan
dan penyusunan laporan keuangan.
2)
Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab
dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk selalu
menambah pengetahuan.
3)
Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya
teknologi informasi, laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Tahun
2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan
dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah :
a)
Melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan public.
b)
Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik.
c)
Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong
era liberalisasi jasa akuntan publik.
Hal
penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik
dan kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar